Anjar Nugroho. Puji syukur sangat layak disanjungkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan nikmat, karunia dan hidayah-Nya kepada kita. Nikmat yang tiada batas, karunia yang berlimpah ruah, dan hidayat yang mengalir deras mencurah dalam kehidupan kita yang selalu rindu untuk dekat dengan Sang Kekasih Sejati, Allah SWT. Kita bersyukur pula, bahwa pada hari ini ada kesempatan yang telah diberikan kepada kita, untuk dapat menikmati indahnya ber-Idul Fitri dalam kebersamaan sanak saudara, kerabat dan sahabat serta seluruh kaum muslimin yang bertebaran di penjuru dunia.
Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada sosok pemimpin umat sepanjang masa, yang perilaku dan sifat-sifatnya sungguh sangat layak untuk menjadi teladan, dialah Rasul pilihan dan Nabi terpercaya, Muhammadd SAW. Kiprah beliau yang telah membebaskan ummat dari belenggu jahiliyyah, menghantarkan Islam sebagai agama pada kemuliaan di dunia, kita hargai setinggi-tingginya dengan senantiasa bershalawat sebagaimana Allah dan para Malaikat pun bershalawat kepada beliau.
Sidang jama’ah Shalat Id rahimakumullah….
Hari raya Idul Fitri selalu kita sambut dengan penuh suka cita, karena inilah saatnya kita menemukan kembali diri kita yang fitri atau suci, setelah satu bulan penuh kita curahkan diri kita dalam ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Manusia fitri adalah manusia yang kembali pada posisi di mana hati selalu tertambat kepada Allah karena teringat dengan perjanjian agung dengan Sang Khaliq, sebagaiman terekam dalam Q.S. al-A’raf: 177:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”
Ayat tersebut memberi gambaran bahwa manusia ketika masih di alam ruh telah bersaksi bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb. Inilah perjanjian awal manusia dengan Allah, untuk menegaskan sikap ketauhidan manusia sekaligus untuk menunjukkan karakter asli manusia yang fitri.
Kembali kepada manusia yang fitri, tentu merupakan kebahagiaan bagi kita, dan itu kita rayakan dalam kesempatan Idul Fitri kali ini. Adalah wajar jika merayakan dengan penuh suka cita dan wajah ceria, tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita dapat terus mempertahankan kesucian kita sampai Allah berkehendak memanggil kita, dan kita kembali kepada-Nya dengan kondisi nafsul muthmainnah (jiwa yang damai).
Hadirin yahdikumullah…..
Tanpa bermaksud mengurangi rasa bahagia kita dalam kesempatan ini, perlu kami ingatkan bahwa beberapa waktu yang lalu, ketika masih dalam suasana Ramadhan, kita dikejutkan dengan datangnya musibah gempa bumi yang menimpa saudara-saudara kita di Jawa Barat. Sebagai bagian dari sesama saudara Muslim atau sesama anak bangsa, kita turut bersedih dan berbela sungkawa. Hampir bisa dipastikan mereka yang terkena musibah itu tidak bisa merayakan Idul Fitri dengan suka cita yang penuh, karena baru saja kehilangan orang-orang yang dicintai, rumah sebagai tempat tinggal dan harta benda yang lain. Untuk itu dalam kesempatan ini, kita patut berdoa, mudah-mudahan mereka selalu diberi ketabahan dan kesabaran.
Beberapa waktu sebelum memasuki Ramadhan, kita juga dikejutkan dengan peristiwa pemboman hotel JW Marriot dan Rizt Carton yang menewaskan dan melukai banyak orang. Peristiwa pemboman itu perlu kami singgung di sini, karena banyak pihak lantas mengkait-kaitkan peristiwa itu dengan Islam hanya karena pelakunya adalah orang Islam dan melakukan itu karena terdorong oleh semangat jihad Islam.
Apakah betul bahwa Islam memang mengajarkan jihad menurut versi para pelaku bom itu? Jihad disebut di dalam al-Qur’an paling tidak sebanyak 80an kali, yang kemudian diartikan sebagai berjuang. Asli kata jihad adalah ja-ha-da (bersunggung-sungguh), sehingga jihad dimaknai sebagai kesungguhan untuk memperjuangkan agama Allah, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Hujarat: 15
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”
Atau dalam Q.S. al-Ankabut: 69
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Kalau kita perhatikan dua ayat di atas, dapat kita pahami bahwa jihad itu mempunyai makna sangat penting bagi umat Islam. Kemajuan dan kemunduran Islam sangat dipengaruhi oleh kesungguhan berjihadnya umat Islam atau tidak. Hanya saja yang perlu dipahami di sini bahwa, apakan jihad itu mesti harus dimaknai perang, dalam arti perjuangan fisik melawan pihak lain (musuh Islam)?
Berperang sediri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 57 kali. Berperang (qital) adalah bentuk operasional dalam wilayah sempit dari jihad. Jihad pada masa Rasulullah lebih banyak dilakukan melalui jalur peperangan karena secara nyata musuh-musuh Islam juga sedang melawan umat Islam secara fisik (perang), sehingga wajar jika kemudian Rasulullah mengajak kaum Muslimin untuk melawan (jihad, qital) kaum kafir secara fisik pula (berperang).
Sidang jama’ah shalat Ied yang berbahagia….
Umat Islam sekarang, khususnya yang berada di Indonesia, sedang bukan berhadapan dengan musuh Islam yang memegang senjata untuk memusuhi Islam. Sehingga sangat salah besar jika kita pun harus menggunakan cara-cara kekerasan untuk melaksanakan jihad fi sabilillah. Dalam situasi kita sekarang, jihad harus dimaknai secara lebih luas dan menyeluruh. Jihad itu adalah bagaimana dakwah Islam bisa dirasakan sebagai rahmat bagi umat manusia secara keseluruhan. Rasulullah sendiri hakekatnya adalah memperjuangan Islam secagai agama rahmatan lil’alamin, sebagaimana termaktub dalah Q.S. al-Anbiya’: 107
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Dan mari kita perhatikan ayat berikut (Q.S. an-Nisa’: 75)
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri Ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”.
Akan lebih pas jika kata-kata ”qathiluna” dalam ayat itu dimaknai menyantuni, dan bukan berperang sebagaimana makna aslinya. Penyantunan terhadap kaum mustadh’afin berupakan bagian penting dari jihad fi sabilillah. Bukankan Allah juga telah berfirman dalam Q.S. al-Ma’un:
|“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
Orang-orang yang berbuat riya,,
Dan enggan (menolong dengan) barang berguna”
Kaum Muslimin Rahimakumullah…
Kemiskinan yang melanda sebagian umat Islam berakibat pada lemahnya kemampuan umat Islam untuk dapat mengenyam pendidikan, sehingga umat menjadi bodoh. Kemiskinan dan kebodohan adalah dua keping mata uang yang saling kait mengait. Karena miskin maka menjadi bodoh, karena bodoh maka menjadi miskin.
Untuk itu, kemiskinan dan kebodohan adalah musuh paling nyata yang harus dihadapi umat Islam sekarang ini. Betapa kemiskinan dan kebodohan telah membuat umat Islam tidak lagi menjadi khairu ummah tetapi justru menjadi umat yang terpinggirkan. Jihad melawan kemiskinan dan kebodohan adalah bagian dari perang suci yang dijamin surga oleh Allah, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. ash-Shaf: 11-12
” (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.”
Untuk itu, para jama’ah shalat Ied yang berbahagia, pada perayaan lebaran kali ini, marilah kita mengoreksi kesalahan pemahaman sebagian umat Islam, bahwa jihad itu harus dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Justru sangat merugikan umat Islam, khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya, jika hal itu yang dilakukan. Pemberantas kemiskinan, menyantuni anak yatim, menolong sesama saudara yang sengsara, memberi beasiswa pendidikan kepada anak keluarga tidak mampu, adalah jihad yang sesungguhnya, dalam kondisi umat Islam saat ini. Semoga Allah senantiasa memberi kekuatan kepada kita untuk selalu berjihad di jalan-Nya.
Hadirin yang berbahagia…
Ini barangkali renungan kita di sela-sela kita merayakan idul fitri sehingga hari raya kita tetap menjadi lebih bermakna. Maka marilah kita berdo’a kepada Allah SWT, semoga Allah memasukkan kita ke dalam hamba-hambaNya yang pandai bersyukur, mentaati perintahnya dan menjauhkan kita dari adzab dan siksanya yang sangat pedih.
Rabu, 16 September 2009
MENEGAKKAN JIHAD DENGAN MEMBERANTAS KEMISKINAN
Author: Choirul Fata
| Posted at: 21.26 |
Filed Under:
Idulfitri
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar