Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ahmad diceritakan bahwa Ketika hari keberangkatan Muadz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman telah tiba, Muadz berpamitan kepada Rasulullah saw dan para sahabat lainnya. Rasa berat meninggalkan kampung halaman apalagi harus berpisah dengan Rasul membuatnya menangis. Rasul kemudian bertanya: “Mengapa engkau menangis?”. Muadz menjawab: “Wahai Rasulullah, aku menangis karena akan berpisah denganmu”.
Menghadapi kenyataan ini, maka Rasulullah saw berpesan kepada Muadz yang berarti berpesan kepada kita semua. Beliau bersabda:
لاَ تَجْزَعْ إِنَّ الْجَزَعَ مِنَ الشَّيْطَانِ يَامُعَاذُ إِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَاكُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ يَامُعَاذُ اذْكُرُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ عِنْدَ كُلِّ حَجَرٍ وَشَجَرٍ وَمَدَرٍ
"Janganlah bersedih, karena sesungguhnya bersedih itu datangnya dari syaitan. Wahai Muadz, bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya, dan berakhlaklah kepada orang lain dengan akhlak yang baik. Wahai Muadz, ingatlah selalu kepada Allah azza wa jalla, baik ketika berada di daerah bebatuan, daerah penuh pepohonan maupun daerah perkotaan."
Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa untuk menjalani kehidupan dengan baik, Rasulullah saw berpesan lima hal kepada kita yang harus kita laksanakan dalam hidup ini.
Pertama, tidak Bersedih. Pada dasarnya kesedihan merupakan sesuatu yang wajar, karenanya hal ini ada pada setiap orang. Rasa sedih akan muncul ketika seseorang akan berpisah dengan orang yang dicintainya, apakah dengan sebab akan pergi lama atau kematian dan kehilangan apa yang dimiliki. Namun kesedihan bisa menjadi tidak wajar dan tidak bisa dibenarkan serta hal ini dianggap datangnya dari syaitan ketika dengan sebab sedih seseorang tidak mau pergi menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya atau ketika terjadi kematian orang yang dicintainya, ia tidak bisa menerima kenyataan itu atau bisa juga sedih karena kehilangan harta yang membuatnya menjadi putus asa.
Oleh karena itu, ketika Muadz bin Jabal nampak begitu sedih ketika akan berpisah dengan Rasul dan para sahabat serta harus meninggalkan kota Makkah yang dicintainya, beliau menyatakan bahwa kesedihan datangnya dari syaitan bila hal itu sampai menyebabkan semakin berat langkah Muadz untuk menunaikan tugas. Laa Tajza’ dalam hadits di atas bisa dipahami sebagai tidak sabar terhadap sesuatu yang menimpa yang membuat seseorang menjadi sedih.
Kedua, Bertaqwa Dimana Saja. Taqwa adalah memelihara diri dari siksa Allah dengan mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga, bahkan dimanapun seseorang berada, ini merupakan kunci kemuliaan bagi manusia sehingga setiap mukmin harus berusaha untuk bertaqwa kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya ketaqwaan, apalagi setiap umat diperintah untuk bertaqwa yang dalam konteks umat Nabi Muhammad saw Allah swt sampai menurunkan Al-Qur’an yang tidak bisa diragukan sedikitpun kebenarannya agar menjadi petunjuk untuk mencapai ketaqwaan. Taqwa disebutkan oleh Allah swt sebagai sebaik-baik pakaian yang sebagaimana pakaian jasmani harus selalu melekat dalam tubuh manusia kemanapun ia pergi dan dimanapun ia berada, maka taqwa sebagai pakaian rohani harus selalu melekat dalam jiwa manusia sehingga menjadi warna dan arah kehidupan. Taqwa juga menjadi sebaik-baik bekal dalam kehidupan ini di dunia dan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, sehingga taqwa menjadi asas bagi diterimanya suatu amal oleh Allah swt.
Oleh karena itu, bila seseorang telah bertaqwa, maka ia menjadi manusia yang paling mulia sebagaimana Allah swt berfirman:
يَـآيُّهَا النَّاس اِنَّا خَلَقْـنـاكم مِن ذَكَرٍ اَوْ اُنثَى وَجَعَلنكُم شُعُوبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوا اِنَّ اَكرَمَكُم عِندَ اللهِ اَتقَكمْ اِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu terdiri dari seorang lelaki dan perempuan dan menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah diantara kamu adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS Al Hujurat [49]:13).
Ketiga, Menghapus Keburukan Dengan Kebaikan. Sebagai manusia yang sering dikatakan sebagai makhluk yang tidak luput dari salah dan dosa, maka keburukan yang telah dilakukan tidak boleh menjadi kebiasaan apalagi sampai membentuk karakter kepribadian yang buruk. Oleh karena itu, setelah bertaubat dari kesalahan, setiap muslim harus menghapus dan menutupi kesalahan itu dengan kebaikan sehingga perbuatan baik mendominasi perjalanan hidup kita, bahkan sekalipun orang tidak bisa melupakan keburukan yang pernah kita lakukan tetap saja mereka bangga dengan kebaikan yang sekarang kita lakukan.
Banyak sekali kebaikan yang harus kita lakukan dalam hidup ini, karena itu rasanya tidak cukup waktu bagi kita untuk melaksanakan semuanya sehingga saat kesempatan berbuat baik sudah ada, setiap kita harus melakukannya sesegera mungkin agar jangan sampai kita menjadi orang yang menyesal dan lebih tragis lagi adalah bila penyesalan itu terjadi dalam kehidupan di akhirat.
Keempat Berakhlak Baik. Manusia antar satu dengan lainnya harus bergaul dan berinteraksi, karena itu, Nabi berpesan kepada Muadz yang juga berarti kepada kita semua agar kita bergaul dan mempergauli manusia dengan akhlak yang baik, apalagi Allah swt mengutus Rasul untuk memperbaiki akhlak manusia. Dalam rangka mempergauli manusia dengan akhlak yang baik, telah diatur dan dicontohkan bagaimana suami harus berakhlak baik kepada isterinya, begitu juga dengan isteri kepada suaminya. Orang tua harus berakhlak baik kepada anak, begitu juga dengan anak kepada orang tuanya dan begitulah seterusnya harus berakhlak baik kepada sesama manusia seperti kepada tamu, tetangga dan sebagainya. Akhlak yang baik pada diri manusia merupakan cermin dari keimanannya yang sempurna, karenanya menjadi amat penting untuk menunjukkan akhlak manusia dihadapan sesama manusia karena hal ini menjadi tolok ukur keimanan.
Kelima Selalu Berdzikir. Secara harfiyah, dzikir artinya mengingat, menyebut. Orang yang berdzikir kepada Allah swt berarti orang yang ingat kepada Allah swt yang membuatnya tidak akan menyimpang dari ketentuan-ketentuan-Nya. Ini berarti dzikir itu bukan sekadar menyebut nama Allah, tapi juga menghadirkannya ke dalam jiwa sehingga kita selalu bersama-Nya yang membuat kita menjadi terikat kepada ketentuan-ketentuan-Nya. Bagi seorang muslim, berdzikir merupakan hal yang amat penting, karenanya satu-satunya perintah Allah swt yang menggunakan kata katsira (banyak) adalah perintah dzikir kepada-Nya sebagaimana firman Allah swt:
يَآ يُّـهَـا الَّذِين اَمَنُوا اذُكُـرُ اللهَ ذِكرًا كَثِيرُا ...
"Hai orang yang beriman, berdzikirlah kamu kepada Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya"(QS Al Ahzab [33]:41).
Untuk menggambarkan betapa penting dzikir bagi seorang muslim, Rasulullah saw sampai mengumpamakannya antara orang yang hidup dengan orang yang mati, ini berarti dzikir itu akan menghidupkan jiwa seorang muslim, Rasulullah saw bersabda:
مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَيَذْكُرُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang hidup dan orang mati"(HR. Bukhari).
Ruang lingkup atau cakupan berdzikir amat luas. Secara garis besar, dzikir bisa dilakukan dengan tiga cakupan.
Pertama, dzikir dengan hati, yakni selalu ingat dan merasa dekat kepada Allah swt. Ia merenungkan sifat-sifat Allah dengan segala ketentuan-ketentuan-Nya. Merasa dekat dengan Allah swt membuat seseorang menjadi sangat hati-hati dalam menjalani kehidupan ini agar tidak melanggar ketentuan-ketentuan-Nya.
Kedua, dzikir dengan lisan yakni menyebut atau mengucap nama Allah swt ketika akan melakukan sesuatu atau sesudahnya.
Ketiga, dzikir dengan amal, yakni melakukan segala sesuatu dalam kerangka ingat kepada Allah yang membuat kita tidak mungkin melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan Allah swt.
Karena begitu penting berdzikir kepada Allah swt, maka kepada sahabatnya Muadz bin Jabal beliau pesan hal ini untuk selalu dilakukan dimanapun saja ia berada dan bagaimanapun situasi dan kondisinya.
Manakala pesan Rasul kepada Muadz bin Jabal yang berarti kepada kita semua bisa kita laksanakan dalam hidup ini, niscaya kehidupan yang hasanah (baik) di dunia dan akhirat sebagaimana yang selalu kita panjatkan bisa kita peroleh.
Demikianlah khutbah jumat pada siang kali ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.
بَارَكَ اللهُ فِى القُرآنِ العَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَايَّاكُم بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ والذِّكرِ الحَكِيم, اِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العَلِيم فَاستَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِيْ وَلَكُمْ اِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيْم
Drs. Ahmad Yani
Kamis, 03 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar